Penelitian Karet



  1. Klon Unggul Cepat Menghasilkan
  2. Klon Unggul Penghasil Kayu
  3. Adaptasi Tanaman Karet pada Lahan Marjinal Beriklim Kering
  4. Pengendalian Penyakit Gugur Daun Corynespora
  5. Sistem Penyadapan ke Arah Atas
  6. Peningkatan Pendapatan Melalui Tanaman Sela
  7. Bantalan Karet untuk Bangunan Tahan Gempa
  8. Teknologi Mempersingkat Masa Pemeraman Lateks Pekat
  9. Blending Karet Alam dengan Ethylene Propylene Diene Monomer
  10. Media Bibit Praktis dari Karet Alam
  11. Pengendalian Penyakit Kekeringan Alur Sadap
  12. Lateks Berkadar Protein Rendah
  13. Deteksi Dini Tapping Panel Dryness
  14. Perbaikan Proses Dan Peningkatan Mutu Busa Karet Alam
  15. Penggunaan Karet Alam Sebagai Matriks Pupuk Lepas Lambat

Klon Unggul Cepat Menghasilkan

Penemuan terakhir di bidang pe-muliaan karet menghasilkan klon baru yang memiliki pertumbuhan cepat, se-hingga masa tanaman belum meng-hasilkan dapat dipersingkat dari 5 tahun menjadi 3 tahun 6 bulan. Klon-klon baru tersebut diberi nama IRR (Indonesian Rubber Research) dan yang terbaik terdapat 5 klon yaitu IRR 100, IRR 111, IRR 112, IRR 117, dan IRR 118. Keragaan pertumbuhan kelima klon tersebut dalam bentuk per-tumbuhan lilit batang dan persentase matang sadap pada umur 3,5 tahun (Tabel 2). Dengan kriteria matang sadap 60 persen tanaman telah men-capai ukuran lilit batang 45 cm, maka dari Tabel 2 jelas bahwa matang sadap kelima klon baru tersebut sudah ter-capai pada umur 3,5 tahun. Sedangkan klon PR 261 sebagai pembanding di-perkirakan baru mencapai matang sadap umur 4,5 tahun. Di samping waktu matang sadap lebih cepat klon baru ini juga memiliki potensi hasil lateks dan kayu lebih tinggi dari klon pembanding.

Klon Unggul Penghasil Kayu

Dengan semakin terbatasnya potensi kayu dari hutan alam maka fungsi kebun karet sebagai sumber kayu dan biomassa lainnya akan semakin penting pada abad ke-21 ini. Untuk meraih peluang tersebut maka pe-muliaan karet tidak hanya ditujukan kepada penemuan klon unggul penghasil lateks tetapi juga sebagai peng-hasil kayu (timberlatex clones). Pada saat ini telah ditemukan sejumlah klon yang diunggulkan dari segi produktivitas lateks dan kayu (Tabel 3).
Dari Tabel di atas, jelas bahwa klon unggul terbaik mampu meng-hasilkan kayu log antara 236 dan 288 m3 per hektar pada umur 18 th di-samping produksi lateks sebesar antara 1.306 dan 2.270 kg karet kering/ha /tahun. Klon IRR 33 lebih unggul se-bagai penghasil kayu dari pada peng-hasil lateks, sedangkan klon lainnya (IRR 30, IRR 32, IRR 39, dan IRR 54) unggul sebagai penghasil lateks maupun kayu. Produktivitas kayu dari klon tersebut diperkirakan akan men-capai lebih dari 300 m3 per hektar apabila dipanen pada akhir umur ekonomis karet (25-30 tahun).

Adaptasi Tanaman Karet pada Lahan Marjinal Beriklim Kering

Lahan marjinal merupakan lahan di mana sifat tanah dan lingkungan fisik menjadi faktor pembatas untuk mencapai produktivitas pertanian se-cara optimal. Salah satu tipe lahan marjinal adalah tekstur tanah yang mengandung fraksi pasir tinggi dan miskin unsur hara.
Sifat iklim yang memiliki periode kering yang tegas juga dapat menjadikan lahan bersifat marjinal. Kedua kondisi tersebut dijumpai di daerah Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Untuk melihat kemampuan tumbuh dan potensi tanaman karet telah dilakukan evaluasi kemungkinan pengembangan karet di daerah tersebut.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman karet dapat tumbuh baik pada lahan marjinal di Langga Payung. Klon PR 261 bahkan memiliki pertumbuhan lebih jagur dari rata-rata pertumbuhan karet di daerah Langkat dan Deli Serdang. Produktivitas karet di daerah ini cukup tinggi. Klon GT 1 dan PR 261 dapat mencapai produktivitas rata-rata 8 tahun sadap lebih dari 2.000 kg/ha/th, yang berarti lebih tinggi dari produktivitas karet pada lahan yang selama ini dianggap sesuai untuk karet. Produktivitas yang tinggi ter-sebut erat kaitannya dengan tinggi-nya tegakan pohon per satuan luas karena rendahnya gangguan penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan angin, serta rendahnya intensitas serangan penyakit daun pada daerah ini. Pe-nanaman karet mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dari lahan marjinal tersebut. Klon PR 261, BPM 24, RRIM 703, PR 255, PR 300, dan GT 1 dapat direkomendasikan untuk di-tanam pada lahan marjinal dengan tekstur tanah lempung berpasir sampai pasir berlempung, serta memiliki periode bulan kering yang tegas.

Pengendalian Penyakit Gugur Daun Corynespora

Penyakit gugur daun yang disebabkan jamur Corynespora cassiicola berpotensi membahayakan perkebunan karet apabila tidak dikendalikan dengan baik. Potensi bahaya tersebut terlihat dari adanya peningkatan in-tensitas serangan di pertanaman dan adanya indikasi peningkatan virulensi terhadap klon-klon yang sudah lama dikembangkan secara luas seperti GT 1 dan RRIM 600. Intensitas serangan penyakit ini sangat berkaitan dengan kepekaan klon, karena itu penggunaan klon yang resisten merupakan langkah pengendalian yang praktis dan ekonomis. Agar sifat resistensi klon dapat berfungsi secara efektif maka strategi penggunaannya dalam pe-ngendalian penyakit perlu dilakukan sebagai berikut:
(1) Semua penanaman baru harus menggunakan klon resisten,
(2) Membatasi luas dan jangka waktu pengembangan klon tertentu untuk menghambat perkembangan ras fisiologis dengan menerapkan konsep diversifikasi dan pergiliran klon secara konsisten,
(3) Mengisolasi perkembangan penyakit dari setiap blok pertanaman yang terserang melalui tindakan terpadu antara lain penguguran daun, perlakuan fungisida, dan mempercepat peremajaan. Klon-klon karet yang resisten terhadap Corynespora adalah AVROS 2037, BPM 24, BPM 107, PB 217, PB 260, PR 255, RRIC 100, RRIM 712, TM 2, dan TM 9.

Sistem Penyadapan ke Arah Atas

Produksi tanaman karet dapat ditingkatkan dengan penyadapan ke arah atas (SKA) sejak dari bidang sadap B0 terutama pada daerah dengan iklim type A (Schmidt & Fergusson). Di samping untuk meningkatkan produksi, SKA juga dapat digunakan untuk meng-antisipasi upah buruh yang tinggi dewasa ini dengan me-nurunkan frekuensi sadap dari d/2 menjadi d/3. Memperpanjang umur ekonomi tanaman dapat dilakukan melalui penghematan pemakaian kulit dengan cara memperpendek irisan sadap dari 1/2S menjadi Mc 10? (dengan panjang irisan 10 cm ? 1/8 S?). Dengan menggunakan SKA: Mc 10? d/3. ET5,0%.Ba.0,5(1.5),9/y(m) produksi dapat ditingkatkan 21 per-sendi atas sistem sadap konvensional (1/2S d/2) dengan umur ekonomi lebih panjang. Dengan penurunan frekuensi sadap dari d/2 menjadi d/3 maka secara perhitungan upah buruh (penyadap) akan lebih rendah 33 % dari upah buruh sistem sadap konvensional.
Hasil pengamatan selama 3 tahun menunjukkan bahwa SKA tidak memberikan efek negatif terhadap sifat-sifat sekunder tanaman karet

Peningkatan Pendapatan Melalui Tanaman Sela

Pemanfaatan gawangan karet sampai umur 3 tahun atau menjelang menutupnya tajuk tanaman karet dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan pekebun. Beberapa jenis tanaman sela yang terbukti memberikan keuntungan tanpa merugikan pertumbuhan tanaman karet diantaranya adalah nenas, pisang, jagung, kapulaga, dan padi gogo.
Tumpang sari nenas di kebun karet adalah alternatif terbaik dan dinilai layak untuk dikembangkan se-cara komersial. Demikian juga pe-nanaman pisang barangan, di samping mempunyai nilai ekonomi yang tinggi juga dapat sebagai makanan tambahan bagi petani dan sekaligus memper-baiki gizi rakyat karena banyak me-ngandung vitamin dan mineral. Tanaman sela toleran naungan seperti kapulaga dapat tumbuh dan mem-berikan hasil yang cukup menjanjikan.

Bantalan Karet untuk Bangunan Tahan Gempa

Dengan menggunakan formula kompon dari karet alam jenis RSS 1 telah dibuat prototipe bantalan tahan gempa. Bantalan karet tersebut me-miliki bentuk silinder yang berukuran diameter dan tebal masing-masing 150 dan 110 mm serta dibuat dari kombinasi antara lapisan-lapisan vulkanisat dan lempeng-lempeng baja. Lapisan-lapisan vulkanisat karet me-miliki tebal 4 mm dan berjumlah 12 buah sedangkan lempeng baja ber-jumlah 11 buah yang masing-masing memiliki tebal 2 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu vulkanisat karet telah memenuhi persyaratan se-bagai material bantalan karet. Bantalan karetnya menurut perhitungan desain memiliki kemampuan mendukung beban tekan 34 ton.
Melalui proyek kerjasama yang melibatkan International Rubber Research and Development Board (IRRDB) dan dibiayai oleh United Nation Industrial Development Organization (UNIDO). Saat ini telah berhasil didirikan sebuah bangunan percontohan (demontration building) di daerah rawan gempa, yaitu di lahan PT. Perkebunan XI, tepatnya di desa Tenjoresmi Pelabuhan Ratu, Jawa Barat

Teknologi Mempersingkat Masa Pemeraman Lateks Pekat

Peningkatan kebutuhan suplai lateks pekat yang mantap secara cepat, berkesinambungan, dan dalam jumlah yang besar menuntut inovasi berupa teknologi baru yang mampu mempersingkat masa pemeraman lateks pekat. Teknologi ini sangat diperlukan karena selain untuk menghindari investasi baru berupa penambahan tangki-tangki pemeraman serta penambahan areal untuk penyimpanan tangki-tangki tersebut, juga untuk menghindari peningkatan persentase penolakan (rejection rates) karena penurunan mutu produk jadi lateksnya.
Teknologi konvensional yang telah berumur lebih dari setengah abad dan yang hanya mengandalkan pada peningkatan dosis surfaktan untuk mempersingkat masa pe-meraman lateks tersebut dinilai tidak sesuai lagi karena peningkatan dosis surfaktan tersebut akan meningkatkan persentase penolakan produk jadi lateksnya.
Inovasi berupa penggunaan 0,2 persen KOH untuk mempercepat hidrolisis lipid netral di permukaan partikel-partikel karet dalam lateks, telah sukses menanggulangi masalah tersebut dan mampu menghindarkan beberapa PT. Perkebunan dari kerugian yang nilainya mencapai milyaran rupiah. Teknologi ini selain mampu mempersingkat masa pemeraman lateks menjadi sekurang-kurangnya separuh dari masa pe-meraman biasa, juga mudah diterap-kan karena tidak memerlukan peralat-an tambahan. Demikian pula pe-ningkatan biaya pemakaian KOH dapat dikompensasikan dengan penurunan biaya pemakaian KOH untuk kompon lateksnya.

Blending Karet Alam dengan Ethylene Propylene Diene Monomer

Di kelas General Purpose Rubber, karet alam unggul dalam hal ke-kuatan, lemah dalam hal ketahanan terhadap ozon dan panas. Untuk meningkatkan daya guna karet alam, ke-lemahan tersebut dicoba diatasi dengan blending antara karet alam dengan karet sintetik ethylene propylene diene monomer (EPDM). Karet sintetik ini tahan terhadap ozon dan panas, tetapi kekuatannya rendah dan sifat dinamiknya buruk. Kesulitan dalam blending kedua jenis karet ter-sebut terletak pada cure rate yang tidak kompatibel.
Penelitian mengenai blending karet alam dengan EPDM dilakukan dengan bahan pencepat BAPD dan DTDC serta penambahan carbon black secara split feeding, di mana jumlah carbon black yang ditambahkan ke dalam karet alam berbeda dengan yang ditambahkan ke EPDM. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa campur-an karet alam dan EPDM menghasil-kan vulkanisat dengan permukaan yang halus, kemantapan dimensi yang baik (die swell yang rendah), di samping ke-tahanan ozon yang baik. Campuran ini dapat menggantikan EPDM dalam pembuatan extruded goods seperti lis kaca kendaraan bermotor.
Blending karet alam dan EPDM dilakukan dengan formula khusus dan teknik pencampuran khusus. Dengan teknik ini EPDM mempunyai sifat dinamis yang baik dan campuran karet alam dengan EPDM mempunyai sifat dinamis yang baik di samping ketahan-an ozon yang tinggi. Rasio campuran karet alam dengan EPDM adalah 60:40 mempunyai flex file di atas 200 kilocycle dan tahan terhadap ozon 100 pphm selama 96 jam. Campuran ini dapat digantikan polychloroprene dan EPDM untuk bendungan karet (rubber dam) dan selanjutnya juga akan diteliti penggunaannya untuk engine mounting.

Media Bibit Praktis dari Karet Alam

Media ringan seperti sabut kelapa dan tanah gambut digunakan sebagai pelapis akar tanaman serta sebagai media tumbuh ringan dan kompak, dengan mencampur media ringan tersebut dengan lateks alam. Teknologi pelapisan akar disiapkan untuk mempermudah dan meringankan biaya transportasi tanaman. Akar tanaman yang akan ditransportasikan dibersihkan dari tanah dan kemudian melapisinya dengan lateks alam yang telah dicampur pupuk dan media ringan. Media ringan berperan sebagai penahan air dan lateks alam sebagai pelindung dari penguapan. Teknologi pelapisan akar tersebut berhasil mempertahankan daya tumbuh tanaman sesuai dengan kemampuan media menahan air.
Media tumbuh ringan dan kompak dibuat dengan cara mencampur media ringan dengan lateks alam, pH media tumbuh berbasis gabus kelapa adalah sekitar 7,0; kerapatan lindak antara 0,1-0,3; porositas total se-kitar 70-85 persen; pori penyimpanan air sekitar 60-80 persen; dan pori terisi udara 24 jam antara 5-10 persen. Media tumbuh ringan serta kompak tersebut telah berhasil dicoba pada pembibitan tanaman karet, beberapa jenis tanaman hutan (Acacia mangium dan Shorea sp.), dan tanaman hortikul-tura (cabe, tomat, mentimun, dan kangkung darat). Tanaman yang di-tumbuhkan pada media tersebut tumbuh segar hingga 2 minggu tanpa penyiraman dan dapat langsung di pindahkan ke tanah tanpa mencabutnya dari media.

Pengendalian Penyakit Kekeringan Alur Sadap

Penyadapan pohon karet yang terlalu sering atau pemberian stimulan etherel secara berlebihan dapat mengakibatkan jumlah pohon terserang kekeringan alur sadap (KAS) men-capai 10-25 persen dan nilai kerugian yang ditimbulkan mencapai satu trilyun rupiah per tahun. Tindakan umum yang dilakukan untuk mengurangi kerugian adalah dengan mengistirahat-kan pohon yang terserang. Namun, melalui usaha ini pohon tidak sembuh, bahkan KAS menjalar ke panel lain. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penelitian sejak tahun 1993 dan berhasil dibuat obat penanggulangan KAS, yang diberi nama NoBB, singkatan dari No Brown Blast. Obat ini adalah campuran hormon tumbuh (IAA, BA dan 2,4-D) yang dirakit dengan bahan pembawa khusus. Hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa peng-gunaan produk ini terbukti mampu memulihkan kulit sadap yang terganggu brown blast. Setelah 12 bulan aplikasi tingkat keberhasilan hingga 85-90 persen tanpa perlu mengistirahatkan pohon. Aplikasi produk ini dapat pula dilakukan untuk mempercepat pemulihan kulit sadap sehat. Produk ini telah digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara I, III, VII, dan XII.

Lateks Berkadar Protein Rendah

Pemakai barang jadi lateks dapat terkena alergi karena kandungan protein alergen dalam lateks. Pe-nurunan kadar extractable protein (EP) dalam lateks pekat dapat dilakukan melalui penggunaan basa kuat (mempercepat penguraian protein lateks) pemakaian surfaktan dan enzim (untuk melepaskan protein di permukaan partikel karet), serta pendadihan dan sentrifugasi bertingkat (untuk membuang protein yang masuk dalam serum lateks). Teknik-teknik itu dapat menurunkan kadar EP lateks pekat yang diolah secara konvensional.
Sekalipun demikian, waktu kemantap-an mekanik (MST) lateks pekat ber-kadar rendah yang dihasilkan, sehingga sebelum diterapkan dalam skala komersial, teknologi ini masih perlu dikembangkan. Penelitian lebih lanjut diarahkan untuk mendapatkan sistem yang dapat meningkatkan waktu ke-mantapan mekanik lateks berprotein rendah tersebut.

Deteksi Dini Tapping Panel Dryness

Tapping Panel Dryness (TPD) adalah gangguan fisiologis yang menyebabkan tanaman tidak mem-produksi lateks. Di Indonesia kerugian akibat TPD tidak kurang dari Rp 140 milyar per tahun. Penelitian selama dua tahun telah memberikan penanda dini gejala serangan TPD yang berupa penurunan kadar sukrosa, serta pe-nurunan kadar Pi. Protein spesifik penanda TPD serta antibodi poliklonal anti TPD telah pula diperoleh. Teknik penanggulangan TPD dengan bark scrapping sangat efektif. Teknik ini telah terbukti dapat menyembuhkan pohon yang terserang TPD dengan intensitas 90 persen serta memulihkan hasil lateks setara dengan hasil pohon sehat.

Perbaikan Proses Dan Peningkatan Mutu Busa Karet Alam

Lateks dadih sebagai bahan baku disiapkan dengan menggunakan Na CMC dosis 0,25 %. Pendadihan selama 2 minggu mampu menghasilkan lateks dadih dengan KKK = 45 – 50 % dan waktu kemantapan mekanik (WKM) > 400 detik. Pembuatan kompon busa berdasarkan Handbook of Rubber Techno-logy With Product Formulary dilakukan dengan cara mencampurkan lateks pekat dengan bahan-bahan pem-bentuk kompon ZnO, sulfur, ZDC dan Amonium Khlorida. Pembentukkan busa dengan cara penambahan Hiroen Peroksida 15 % ke dalam campuran kompon dan dilanjutkan dengan peng-adukan. Cara demikian ternyata me-ngalami kendala. Kompon cepat menggumpal sebelum busa terbentuk. Pengaturan ulang urutan penambahan bahan kompon, yaitu penambahan ZnO dan Amonium Khlorida dilakukan terakhir, dapat mencegah pengumpul-an selama pengkomponan. Pembentuk-an busa dengan menggunakan H2O2 tampaknya masih perlu dibantu dengan pengocokan untuk mendapatkan vo-lume pembusaan 7 – 10 kali volume kompon. Berdasarkan pengamatan di-tetapkan tahapan pengkomponan dan pembentukan busa sebagai berikut: lateks, potassium oleat, disperse belerang, antioksidan dan diaduk merata selama 10 menit hingga terjadi pembusaaan. Ditambahkan Amonium khlorida, di-penilguanidin (DPG) dan ZnO serta diaduk selama 3 menit. Kompon yang telah membusa dituangkan ke dalam cetakan dan divulkanisasi dengan uap panas selama 1 jam. Hasil sementara menunjukkan bahwa busa dapat men-jadi gel cukup baik, namun selama vulkanisasi masih terjadi penyusutan volume busa cukup tinggi hingga 50 % yang mungkin disebabkan kurang kuatnya struktur gel yang terbentuk.

Penggunaan Karet Alam Sebagai Matriks Pupuk Lepas Lambat

Peningkatan konsumsi atau penggunaan karet alam perlu di-usahakan dengan meningkatkan peng-gunaan karet alam selain untuk industri ban. Karet alam dapat diguna-kan sebagai matriks pupuk lepas lambat melalui proses difusi dan penguraian, kemudian vulkanisasi, se-hingga partikel pupuk akan ter-bungkus oleh karet yang dibebaskan kembali secara lambat pada saat proses pengusangan karet berlangsung di tanah.
Dalam penelitian ini sudah di-teliti komponen karet yang sesuai untuk matriks pupuk lepas lambat. Se-bagai parameter pelepasan pupuk majemuk di dalam air 37 0 C di-gunakan jumlah pupuk N yang dilepas ke dalam air tersebut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa karet skim dan compo crepe tidak sesuai untuk menahan pelepasan pupuk N di dalam air, sementara itu karet brown crepe, terutama dengan menggunakan sistem metode split feeding dapat digunakan untuk proses pembuatan pupuk lepas lambat. Persentase pelepasan kumulatif unsur N dari pupuk majemuk untuk 1 hari, minggu ke 1 sampai minggu ke 15, dan vulkanisasi 20 menit pada suhu 115 0 C, berturut-turut, 9.5 %, 25.3 %, 36.3 %, 45.8 %, 52.6 %, 60.7 %, 65.3 %, 66.9 %, 70 %, 71.4 %, 74.8 %, 72 %, 75 %, 80.6 %, 92.1 %, 95.3 %. Pupuk lepas lambat ini perlu dicoba dengan tanaman perkebunan/Kehutanan untuk melihat pengaruh dan lama pelepasan di lapangan di mana diperkirakan pelepasannya di dalam tanah dapat berlangsung 2 tahun.

Berilah komentar anda !