Evaluasi Lahan

 

DIkutip dari http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id

———————————————————
Pendahuluan

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan. Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah Bogor diantaranya:

1.
Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)
2.
Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)
3.
Sistem yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi atau P3MT (Staf PPT, 1983)
4.
Sistem yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)
5.
Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983)
6.
Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997)

Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000).

Dasar Evaluasi Lahan

Dalam melaksanakan evaluasi lahan perlu terlebih dahulu memahami istilah-istilah yang digunakan, baik yang menyangkut keadaan sumber daya lahan, maupun yang berkaitan dengan kebutuhan atau persyaratan tumbuh suatu tanaman. Berikut diuraikan secara ringkas mengenai: pengertian lahan, penggunaan lahan, karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan penggunaan lahan.

Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.
Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan.
Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs).
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).

Penggunaan lahan

Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang, dan pelabuhan.
Dalam Juknis ini penggunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman pangan (serealia, umbi-umbian, dan kacang-kacangan), kelompok tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), kelompok tanaman industri/perkebunan, kelompok tanaman rempah dan obat, kelompok tanaman hijauan pakan ternak, dan perikanan air payau.

Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya.
Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.

  1. Multiple: Tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang.
  2. Compound: Tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.

Karakteristik lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).

Tabel 1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.

Staf PPT (1983) Bunting (1981) Sys et al. (1993) CSR/FAO (1983) Driessen (1971)
Tipe hujan (Oldeman et al.) Periode pertumbuhan tanaman Temperatur rerata (°C) atau elevasi Temperatur rerata (°C) atau elevasi Lereng
Kelas drainase Temperatur rerata pada periode pertumbuhan Curah hujan (mm) Curah hujan (mm) Mikrorelief
Sebaran besar butir (lapisan atas) Curah hujan tahunan Lamanya masa kering (bulan) Lamanya masa kering (bulan) Keadaan batu
Kedalaman efektif Kelas drainase Kelembaban udara Kelembaban udara Kelas drainase
Ketebalan gambut Tekstur tanah Kelas Drainase Kelas drainase Regim kelembaban
Dekomposisi gambut/jenis gambut Kedalaman perakaran Tekstur/Struktur Tekstur Salinitas/ alkalinitas
KTK Reaksi tanah (pH) Bahan kasar Bahan kasar Kejenuhan basa
Kejenuhan basa Salinitas/ DHL Kedalaman tanah Kedalaman tanah Reaksi tanah (pH)
Reaksi tanah (pH) Pengambilan hara (N, P, K) oleh tanaman KTK liat Ketebalan gambut Kadar pirit
C-organik Pengurasan hara (N, P, K) dari tanah Kejenuhan basa Kematangan gambut Kadar bahan organik
P-tersedia Reaksi tanah (pH) KTK liat Tebal bahan organik
Salinitas/DHL C-organik Kejenuhan basa Tekstur
Kedalaman pirit Aluminium Reaksi tanah (pH) Struktur, porositas, dan tingkatan
Lereng (%)/mikrorelief Salinitas/DHL C-organik Macam liat
Erosi Alkalinitas Aluminium Bahan induk/ cadangan mineral
Kerusakan karena banjir Lereng Salinitas/DHL Kedalaman efektif
Batu dan kerikil, penghambat pengolahan tanah Genangan Alkalinitas
Pori air tersedia Batuan di permukaan Kadar pirit
Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air CaCO3 Lereng
Kesuburan tanah Gypsum Bahaya erosi
Permeabilitas lapisan atas Jumlah basa total Genangan
Batuan di permukaan
Singkapan batuan

Karakteristik lahan yang digunakan pada Juknis ini adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

– temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C
– curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm
– lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm
– kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %
– drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah
– tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm
– bahan kasar : menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm
– kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi
– ketebalan gambut : digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan
– kematangan gambut : digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum matang/mentah (fibrik)
– KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat
– kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.
– reaksi tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan
– C-organik : kandungan karbon organik tanah.
– salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.
– alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar
– kedalaman bahan sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik.
– lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %
– bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun
– genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun
– batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah
– singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah
– sumber air tawar : tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu
– amplitudo pasang-surut : perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter)
– oksigen : ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan

Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan.

Kualitas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).

Tabel 2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).

CSR/FAO, 1983 FAO, 1983 Sys et.al., 1993
Temperatur Kelembaban Sifat iklim
Ketersediaan air Ketersediaan hara Topografi
Ketersediaan oksigen Ketersediaan oksigen Kelembaban
Media perakaran Media untuk perkembangan akar Sifat fisik tanah
Retensi hara Kondisi untuk pertumbuhan Sifat kesuburan tanah
Toksisitas Kemudahan diolah Salinitas/alkalinitas
Sodisitas Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas
Bahaya sulfidik Retensi terhadap erosi
Bahaya erosi Bahaya banjir
Penyiapan lahan Temperatur
Energi radiasi dan fotoperiode
Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)
Kelembaban udara
Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman

Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah.
Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:

  1. Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.
  2. Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian.
  3. Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).

Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan.

– temperatur: ditentukan oleh keadaan temperatur rerata
– ketersediaan air : ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut, tergantung jenis komoditasnya
– ketersediaan oksigen : ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung jenis komoditasnya
– media perakaran : ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman tanah
– gambut: ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
– retensi hara : ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik
– bahaya keracunan : ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)
– bahaya erosi : ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
– bahaya banjir : ditentukan oleh genangan
– penyiapan lahan : ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan

Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. Evaluasi Lahan dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.

Persyaratan penggunaan lahan
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.

Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang). Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi sawah. Tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masing-masing karakteristik lahan. Kisaran tersebut untuk masing-masing komoditas pertanian dapat dilihat pada Lampiran 1 – 6.
Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N).

Prosedur Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan umumnya merupakan kegiatan lanjutan dari survei dan pemetaan tanah atau sumber daya lahan lainnya, melalui pendekatan interpretasi data tanah serta fisik lingkungan untuk suatu tujuan penggunaan tertentu. Sejalan dengan dibedakannya macam dan tingkat pemetaan tanah, maka dalam evaluasi lahan juga dibedakan menurut ketersediaan data hasil survei dan pemetaan tanah atau survei sumber daya lahan lainnya, sesuai dengan tingkat dan skala pemetaannya.

Pendekatan

Dalam evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach).

  1. Pendekatan dua tahapan. Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan. Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tahap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya.
  2. Pendekatan paralel. Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat.

Penyiapan Data

Untuk melakukan evaluasi lahan baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Konsultasi awal ini untuk menentukan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan dan asumsi-asumsinya yang akan dipergunakan sebagai dasar dalam penilaian. Evaluasi lahan yang akan dilakukan tergantung dari tujuannya yang harus didukung oleh ketersediaan data dan informasi sumber daya lahan.

Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala 1:250.000 atau lebih kecil; semi detil skala 1:25.000 sampai 50.000; dan detil skala 10.000 sampai 25.000 atau lebih besar. Jenis, jumlah, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil dalam kelas/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Petunjuk Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat pemetaan semi detil.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Kriteria kelas kesuaian lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan disajikan pada Lampiran 1–6. Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan (Improvement = I) terhadap masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.
Asumsi-asumsi dalam Evaluasi Lahan

Sebelum melaksanakan evaluasi lahan, terlebih dahulu harus ditetapkan asumsi-asumsi yang akan diterapkan. Dalam hal ini apakah evaluasi lahan akan dilakukan dengan asumsi pada kondisi tingkat manajemen rendah (sederhana), sedang, atau tinggi.
Evaluasi lahan untuk tujuan perencanaan pembangunan pertanian perkebunan besar dengan masukan teknologi tinggi, tentu berbeda asumsinya jika tujuan evaluasi lahan hanya untuk perkebunan rakyat yang cukup dengan masukan teknologi menengah. Demikian pula dalam hal penggunaan alat-alat pengolahan tanah dalam pembukaan lahan pertanian. Jika lahan akan diolah secara manual (cangkul atau bajak) maka asumsi yang dapat digunakan dalam menilai kualitas dan karakteristik lahan berbeda dengan penggunaan alat-alat berat (mekanik). Sebagai contoh penilaian terhadap tekstur tanah yang liat dan/atau berkerikil untuk pengolahan tanah secara manual tidak terlalu bermasalah dibandingkan jika menggunakan alat mekanik. Kasus serupa dalam menghadapi kualitas lahan terrain dalam hal ini lereng. Pada lereng lebih besar dari 8% jika tanah diolah dengan menggunakan traktor merupakan masalah, tetapi tidak demikian kalau diteras dengan menggunakan alat pengolah tanah yang sederhana.
Asumsi dapat dibedakan terutama atas dua hal:
(1) yang menyangkut areal proyek;
dan (2) yang menyangkut pelaksanaan evaluasi/interpretasi serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi lahan.
Beberapa contoh asumsi yang ditetapkan untuk evaluasi lahan secara kuantitatif fisik adalah sebagai berikut:

  1. Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data dari satuan lahan atau satuan peta tanah.
  2. Reliabilitas data yang tersedia: rendah, sedang, tinggi
  3. Lokasi penelitian atau daerah survei
  4. Kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi
  5. Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
  6. Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
  7. Pemilikan tanah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
  8. Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
  9. Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau kuantitatif ekonomi.
  10. Usaha perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.
  11. Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis besar.

Parameter Evaluasi Lahan

Berikut karakteristik tanah atau lahan dan cara memprediksi data secara praktis di lapangan maupun kriteria pengelompokannya. Karakteristik tanah/lahan yang dipakai sebagai parameter dalam evaluasi lahan tersebut antara lain: temperatur udara, drainase, tekstur, alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan.

Estimasi temperatur berdasarkan ketinggian tempat (elevasi)
Di tempat-tempat yang tidak tersedia data temperatur (stasiun iklim terbatas), maka temperatur udara dapat diduga berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dari atas permukaan laut. Pendugaan tersebut dengan menggunakan pendekatan rumus dari Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972). Berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia temperatur di dataran rendah (pantai) berkisar antara 25-27ºC, dan rumus yang dapat digunakan (rumus Braak) adalah sebagai berikut: 26,3°C – (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C)

Berdasarkan penelitian Braak tersebut temperatur tanah pada kedalaman 50 cm di Indonesia lebih tinggi 3-4,5ºC, sehingga untuk menduga temperatur tanah pada kedalaman 50 cm, maka rerata temperatur udara ditambah sekitar 3,5ºC. Tetapi menurut Wambeke et al. (1986) temperatur tanah lebih tinggi 2,5ºC dari temperatur udara. Hasil pendugaan temperatur dan ditambah perbedaan temperatur udara dan temperatur tanah tersebut digunakan untuk menentukan rejim temperatur tanah seperti yang ditetapkan dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1992; 1998).

Drainase tanah
Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut:

1.
Cepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
2.
Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
3.
Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 100 cm.
4.
Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 50 cm.
5.
Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai =25 cm.
8.
Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
7.
Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

Tekstur
Tekstur adalah merupakan gabungan komposisi fraksi tanah halus (diameter =2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan pada Tabel 3.


Tabel 3. Menentukan kelas tekstur di lapangan

No
Tekstur Sifat Tanah
1.
Pasir (S)
Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta tidak melekat.
2.
Pasir berlempung (LS)
Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
3.
Lempung berpasir (SL)
Agak kasar, membentuk bola agak kuat tapi mudah hancur, serta agak melekat.
4
Lempung (L)
Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.
5
Lempung berdebu (SiL)
Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.
6
Debu (Si)
Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.
7
Lempung berliat (CL)
Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat.
8
Lempung liat berpasir (SCL)
Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.
9
Lempung liat berdebu (SiCL)
Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.
10
Liat berpasir (SC)
Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.
11
Liat berdebu (SiC)
Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.
12
Liat (C)
Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat melekat.

Pengelompokan kelas tekstur yang digunakan pada Juknis ini adalah:

Halus (h) Liat berpasir, liat, liat berdebu
Agak halus (ah) Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
Sedang (s) Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
Agak kasar (ak) Lempung berpasir
Kasar (k) Pasir, pasir berlempung
Sangat halus (sh) Liat (tipe mineral liat 2:1)

Bahan kasar
Bahan kasar adalah merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi:

sedikit < 15%
sedang 15 – 35%
banyak 35 – 60%%
sangat banyak > 60%

Kedalaman tanah
Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:

sangat dangkal < 20 cm
dangkal 20 – 50 cm
sedang 50 – 75 cm
dalam > 75 cm

Ketebalan gambut
Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:

tipis < 60 cm
sedang 60 – 100 cm
agak tebal 100 – 200 cm
tebal 200 – 400 cm
sangat tebal > 400 cm

Saprik+, hemik+, fibrik+ = saprik/ hemik/ fibrik dengan sisisipan/ pengkayaan bahan mineral.

Alkalinitas
Menggunakan nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%) yaitu dengan perhitungan:
ESP = Na dapat tukar x 100/KTK tanah

Nilai ESP 15% adalah sebanding dengan nilai sodium adsorption ratio atau SAR 13

Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)

Sangat ringan (sr) < 0,15
Ringan (r) 0,15 – 0,9
Sedang (s) 0,9 – 1,8
Berat (b) 1,8 – 4,8
Sangat berat (sb) > 4,8

Bahaya banjir/genangan
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan.

No Kedalaman banjir (X) Lamanya banjir (Y):
1. < 25 cm 1. < 1 bulan
2. 25 – 50 cm 2. 1 – 3 bulan
3. 50 – 150 cm 3. 3 – 6 bulan
4. > 150 cm. 4. > 6 bulan.

Bahaya banjir diberi simbol Fx, y. (dimana X adalah simbol kedalaman air genangan, dan Y adalah lamanya banjir). Kelas bahaya banjir tersebut disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kelas bahaya banjir

Simbol Kelas bahaya banjir Kelas bahaya banjir berdasarkan kombinasi kedalaman dan lamanya banjir (F x,y)

Simbol Kelas bahaya banjir Kelas bahaya banjir berdasarkan kombinasi kedalaman dan lamanya banjir (F x,y)
F0 Tanpa
F1 Ringan F1.1, F2.1, F3.1
F2 Sedang F1.2, F2.2, F3.2, F4.1
F3 Agak berat F1.3, F2.3, F3.3
F4 Berat F1.4, F2.4, F3.4, F4,2, F4.3, F4.4

Kriteria Kesesuaian Lahan

id komoditas group1 group2
1 Akar wangi Tanaman industri
2 Anggur Tanaman Hortikultura Buah-buahan
3 Apel Tanaman Hortikultura Buah-buahan
4 Asparagus Tanaman Hortikultura bunga
5 Aster Tanaman Hortikultura Bunga
6 Avokad Tanaman hortikultura Buah-buahan
7 Bawang merah Tanaman Hortikultura Sayuran
8 Bawang putih Tanaman Hortikultura Sayuran
9 Bayam Tanaman Hortikultura Sayuran
10 Belimbing Tanaman Hortikultura Buah-buahan
11 Biet Tanaman Hortikultura Sayuran
12 Blewah Tanaman Hortikultura Buah-buahan
13 Brokoli Tanaman Hortikultura Sayuran
14 Buncis Tanaman Hortikultura Sayuran
15 Bunga Matahari Tanaman hortikultura Bunga
16 Cabemerah Tanaman Hortikultura Sayuran
17 Carica
18 Cempedak Tanaman Industri/Perkebunan
19 Cengkeh Tanaman Industri/Perkebunan
20 Duku Tanaman Industri/Perkebunan
21 Durian Tanaman Industri/Perkebunan
22 Gandum Tanaman Pangan Serealia
23 Gladiol Tanaman Hortikultura Bunga
24 Hairbrass Tanaman Hortikultura Bunga
25 Iles_iles Tanaman Pangan Umbi-umbian
26 Jagung Tanaman Pangan Serelia
27 Jahe Tanaman Rempah dan Obat
28 Jambu batu Tanaman Hortikultura Buah-buahan
29 Jambu Mete Tanaman Industri/Perkebunan
30 Jambu siam Tanaman Hortikultura Buah-buahan
31 Jarak Tanaman Rempah dan Obat
32 Jeruk Tanaman hortikultura Buah-buahan
33 Kacang Kapri Tanaman hortikultura Sayuran
34 Kacang Arab Tanaman hortikultura Sayuran
35 Kacang hijau Tanaman Pangan Kacang-kacangan
36 Kacang Panjang Tanaman hortikultura Sayuran
37 Kacang tanah Tanaman Pangan Kacang-kacangan
38 Kacang tunggak Tanaman Pangan Kacang-kacangan
39 Kailan Tanaman Hortikultura Sayuran
40 Kakao Tanaman industri/perkebunan
41 Kapas Tanaman industri/perkebunan
42 Kapok Tanaman industri/perkebunan
43 Kapolaga Tanaman rempah dan obat
44 Karet Tanaman industri/perkebunan
45 Kayu manis Tanaman industri/perkebunan
46 Kedelai Tanaman Pangan Kacang-kacangan
47 Kelapa Tanaman industri/perkebunan
48 Kelapa Sawit Tanaman industri/perkebunan
49 Kemiri Tanaman industri/perkebunan
50 Kenanga Tanaman Hortikultura Tanaman hias
51 Kencur Tanaman hortikultura
52 Kentang Tanaman hortikultura Sayuran
53 Kepayang Tanaman Hortikultura
54 Kesemek Tanaman hortikultura Buah-buahan
55 Kina Tanaman rempah dan obat
56 Klengkeng Tanaman hortikultura Buah-buahan
57 Kopi Arabika Tanaman industri/perkebunan
58 Kopi Robusta Tanaman industri/perkebunan
59 Kubis Tanaman hortikultura Sayuran
60 Kunyit Tanaman rempah dan obat
61 Lada Tanaman rempah dan obat
62 Lengkuas Tanaman rempah dan obat
63 Lettuce Tanaman Hortikultura
64 Lobak Tanaman hortikultura Sayuran
65 Mangga Tanaman hortikultura Buah-buahan
66 Manggis Tanaman hortikultura Buah-buahan
67 Markisa Tanaman Hortikultura Buah-buahan
68 Mawar Tanaman Hortikultura Bunga
69 Melinjo Tanaman hortikultura Sayuran
70 Melon Tanaman hortikultura Buah-buahan
71 Mentimun Tanaman hortikultura Sayuran
72 Nangka Tanaman hortikultura Buah-buahan
73 Nenas Tanaman hortikultura Buah-buahan
74 Padi gogo Tanaman pangan Serelia
75 Padi sawah Tanaman pangan Serelia
76 Padi sawah lebak Tanaman Pangan Serealia
77 Padi sawah tadah hujan Tanaman Pangan Serealia
78 Pala Tanaman rempah dan obat
79 Paprika Tanaman hortikultura Sayuran
80 Pare Tanaman hortikultura Sayuran
81 Pepaya Tanaman hortikultura Buah-buahan
82 Petai Tanaman hortikultura Sayuran
83 Petsai Tanaman hortikultura Sayuran
84 Pisang Tanaman hortikultura Buah-buahan
85 Rambutan Tanaman hortikultura Buah-buahan
86 Salak Tanaman hortikultura Buah-buahan
87 Sawi Tanaman hortikultura Sayuran
88 Sawo Tanaman hortikultura Buah-buahan
89 Sedap malam Tanaman Hortikultura Tanaman hias
90 Semangka Tanaman hortikultura Buah-buahan
91 Setaria Tanaman Hortikultura Bunga
92 Sirsak Tanaman hortikultura Buah-buahan
93 Sorgum Tanaman pangan Serelia
94 Srikaya Tanaman hortikultura Buah-buahan
95 Strawberi Tanaman hortikultura Buah-buahan
96 Sukun Tanaman tahunan
97 Talas Tanaman panagan Umbi-umbian
98 Tebu Tanaman perkebunan
99 Teh Tanaman perkebunan
100 Tembakau Tanaman perkebunan
101 Terung Tanaman hortikultura Sayuran
102 Tomat buah Tanaman hortikultura Sayuran
103 Tomat sayur Tanaman hortikultura Sayuran
104 Ubi jalar Tanaman pangan Umbi-umbian
105 Ubi kayu Tanaman pangan Umbi-umbian
106 Vanili Tanaman rempah dan obat
107 Wijen Tanaman industri/perkebunan
108 Wortel Tanaman hortikultura Sayuran

Sumber:  http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id

13 comments on “Evaluasi Lahan

Berilah komentar anda !